Mengapa Banyak Daerah Kesulitan Air Bersih (Part 1)

  • 0

Sekian banyak ujaran penghematan air di bergbagai tempat peribadatan yang saya pernah singgahi tak lantas membuat akal saya tergerak. Logika mungkin memberikan ruang pengaminan atasnya, tapi tidak dengan nurani. Begitu seterusnya, sampai semesta membawa saya bertatap muka pada realita pelik kehidupan masyarakat "terluar" Republik. Kata "terluar" tetap akan merepresentasikan kondisi de facto daerah-daerah tersebut, hingga tercabutnya status quo ketidak terjaminnya keadilan sosial.

Juni 2016, kali pertama interaksi sebenar-benarnya saya dengan masyarakat asli Papua/Orang Asli Papua (OAP) terjadi. Tak tanggung-tanggung, Tuhan ijinkan saya pula untuk ijakkan kaki saya di tanah Papua. Menghayati kenikmatan pengalaman dan bukan rasa secara harfiaf atas papeda, sirih, dan.

"Hey, Yuda tara usah kaget, semua su biasa mandi pakai air kuning (zat besi)" Sahut Mama Faridah, Ibu-ibu pegawai negeri sipil di kantor Dinas Peternakan setempat yang dengannya saya banyak habiskan waktu berkegiatan.

Wajah negara untuk meratapi ketidak hadirannya mengurus kebutuhan dasar masyarakat pun saya temui di Bakung. Sebuah kepulauan kecil di bagian timur pulau Sumatra, bersebelahan dengan Singapura, dan bagian dari gugus kepuluan di Tanjung Pinang, Kep. Riau.

Sore itu kapal nelayan teri yang kami tumpangi sandar. Selain konflik horizontal pembakaran Kapal buntut dari perebutan lokasi melaut dengan perkampungan nelayan lain -Tanjung Kelit (Tengklit)-, Bakung juga disibukkan atas perkara ketidak tersedianya air bersih untuk keperluan harian mereka.

Air hanya akan dialirkan dari satu-satunya mata air di Bakung saat malam bersamaan dengan nyalanya generator untuk menopang kebutuhan daya listrik perkampungan nelayan tersebut.

Untuk orang-orang macam saya yang tidak bisa bang hajat dengan tidak mendengar gemericik air. Ini adalah perkara besar.

Tidak ada komentar:

AddThis Smart Layers

Back to Top