Ketika kita sama-sama sepakat bahwa masalah
adalah sebuah keniscayaan. Saya pikir, setiap masalah akan bermetafora sesuai
zamannya.
Namun kadang kali permasalahan paling
fundamen tidak terletak pada permasalahan itu sendiri. Tapi pada gaung yang
timbul. Kenapa demikian? Karena gaung ini terkadang akan susah untuk di
kendalikan. Dia akan bergerak tak beraturan. Memiliki ritme tersendiri. Yang
sumber bunyipun tak akan menyangka pada respon yang akan timbul lewat gaung
tersebut.
Maka seperti itu pulalah selalu terdapat
pilihan. Membiarkan masalah ini menggaung ke orang “diluar” yang tidak paham.
Atau keep di orang yang berada dalam
lingkar masalah tersebut.
Meskipun kita akan mendapat probabilitas yang
sama untuk dampak baik-buruknya. Tapi bagi saya, hidup tidak sebercanda itu.
Bukan sebatas kocokan dadu yang kita bisa ulang semau kita. Atau undian lotere
yang pun ketika kita kalah, kita bisa mulai dari awal lagi untuk bertaruh. Mencoba
mengambil kesempatan terbaik yang “belum” kita dapat.
Saya pribadi selalu akan memilih untuk keep
hal ini pada pusaran orang-orang yang berkepentingan dalam masalah ini.
Saya selalu menganalogikannya dengan
bagaimana orang tua kita mampu meredam gaung ini agar tidak kemana-mana.
Sehingga, kita pun sebagai anak tidak banyak tahu. Apalagi orang diluar
keluarga kita.
Logika saya sederhana. Jangan biarkan orang
yang tidak tahu pokok permasalahan ikut berasumsi. Karena percayalah, dampak
yang akan timbul akan lebih sulit di atasi daripada masalah itu sendiri.
Pukulan yang cukup untuk memberi arti dalam
perjalanan kepengurusan ini. Karena kemudian, di masa awal kepengurusan
kecolongan terjadi. Dan pada akhirnya kami pun harus berjibaku untuk meredam
gaung. Sembari kemudian melakukan transfer pemahaman terkait hal ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar